SEMARANG – Tantangan komunikasi publik bagi instansi pemerintah di era digital kini mendapat sorotan mendalam melalui karya literasi terbaru. Sebuah buku antologi berjudul “Komunikasi Publik dan Kehumasan Pemerintah Di Era Digital” resmi dirilis (11/12), merangkum berbagai analisis praktis dan teoretis mengenai transformasi humas pemerintah. Karya ini secara spesifik membedah praktik komunikasi publik yang dilakukan di lingkungan Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jawa Tengah.
Buku ini merupakan buah pemikiran dari lima mahasiswa yang sedang melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), yakni Zahra Nur Fadhilah, Sultan Abdullah Zulkarnain, Nur Rifa Khairunnisa, Amelia Kartika Riyanti, dan Ulya Ali Nur Syahroni. Proses penyusunan karya ini dilakukan dengan pendampingan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) sekaligus editor, Rr. Wuri Arenggoasih, M.I.Kom.
Dalam sesi penyerahan karya tersebut, Akhsin Dzul Qurnain selaku KASUBBAG Tata Publikasi dan Hubungan Media Setda Jateng, memberikan apresiasi tinggi terhadap dedikasi para mahasiswa dalam merangkum pengalaman lapangan menjadi sebuah karya ilmiah yang terstruktur. Sementara itu, Rudy Handoyo sebagai Humas Setda Jateng, menyambut baik kehadiran buku ini sebagai referensi berharga yang dapat memperkaya perspektif praktisi kehumasan dalam mengelola komunikasi pemerintah di platform digital.
Transformasi Retorika dan Visual Pemerintah
Pembahasan dalam buku ini diawali dengan ulasan Zahra Nur Fadhilah mengenai penggunaan model The Five Canons of Rhetoric dalam penyusunan draf naskah pidato pimpinan. Tulisan ini menyoroti bagaimana teori retorika klasik tetap relevan dalam mendukung komunikasi kepemimpinan daerah. Dari sisi visual, Sultan Abdullah Zulkarnain menekankan pentingnya elemen visual, seperti harmoni warna dan tipografi pada konten media sosial humas pemerintah sebagai pembentuk persepsi dan identitas institusi. Hal ini diperkuat oleh Ulya Ali Nur Syahroni yang mengulas proses creative content marketing dalam mempublikasikan agenda pimpinan di Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Jateng.

Menyelami Protokol dan Tren Digital (TikTok)
Sisi lain yang menarik adalah pembahasan mengenai peran petugas protokol. Nur Rifa Khairunnisa membedah keterampilan negosiasi komunikasi yang harus dimiliki petugas protokol dalam menghadapi dinamika acara resmi. Ia menekankan bahwa seorang protokol bukan sekadar pengatur acara, melainkan seorang negosiator komunikasi di lapangan. Menutup rangkaian analisis, Amelia Kartika Riyanti mengeksplorasi potensi platform TikTok sebagai taktik humas pemerintah. Dengan menggunakan strategi AISAS (Attention, Interest, Search, Action, Share), ia mengulas bagaimana algoritma TikTok dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membangun komunikasi yang efektif dan meningkatkan partisipasi audiens sebagai co-creators.
Kehadiran buku ini diharapkan menjadi referensi penting bagi para akademisi maupun praktisi humas pemerintah dalam memahami cara kerja birokrasi yang lebih adaptif, kreatif, dan responsif terhadap perkembangan teknologi digital saat ini.
